Sabtu, 20 November 2010

Makalah Ilmu Tanah Hutan

MAKALAH ILMU TANAH HUTAN
Pemecahan Masalah Lahan Kering dengan Konservasi Tanah

  





 Oleh
MARIA BUDHIANA LOVIRASARI  F1A108006
MARINI DIAN SARI F1A108204








FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2010






PRAKATA
Puji dan syukur praktikan panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan berkat dan rahmat-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas dari Bapak Ir. H. Asmuri Achmad, MS selaku salah satu dosen pembimbing mata kuliah Ilmu Tanah Hutan.
Dalam kesempatan ini pula, penulis mengucapkan terima kasih kepada para dosen pembimbing dan kepada semua pihak yang telah turut membantu dalam pembuatan makalah ini, sehingga dapat terselesaikan dengan baik dan tanpa mengalami hambatan yang cukup berarti.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.  Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua, khususnya Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat.


                                                                                    Banjarbaru,  Februari 2010
        
                                                                                                                             Penulis,



BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang Masalah
Berawal dari kondisi produksi pangan yang timpang di dunia menjelang tutup abad ke XX.  Pada masa tersebut produksi pangan tidak merata dan lebih banyak dikuasai oleh negara-negara maju. Fenomena kelaparan pun melanda di berbagai negara terutama negara berkembang. Hampir seperempat warga dunia   setiap harinya berangkat tidur dengan perut kosong, sedangkan seperdelapan warga dunia menguasai 80 % kekayaan dunia (Tanco Jr., 1983).Telah banyak korban yang berjatuhan dan yang lebih ironisnya lagi anak-anak mendominasi menjadi korbannya (Speth, 1994).
Permasalahan utama di sini ialah tak semua negara memiliki sumber daya lahan yang layak dan berkecukupan untuk dikembangkan atau menguasai teknologi yang sepadan untuk pengembangan lebih lanjut untuk mengubah lahan yang tidak atau kurang layak tersebut menjadi berdaya guna atau mencegah kemunduran kelayakan lahan.  Belum lagi permasalahan pertumbuhan penduduk yang terus meningkat sedangkan luasan areal daratan tak mungkin bertambah. Terjadi perebutan lahan untuk berbagai macam kebutuhan. Entah itu diperuntukkan di bidang pertanian, kehutanan, pemukiman dll. Sistem ladang berpindah juga menjadi salah satu permasalahan. Oleh sebab itu, pada akhirnya tercetuslah konservasi, lebih tepatnya konservasi tanah. 
Konservasi tanah bertujuan untuk mencegah erosi dan mencegah degradasi lahan yang terus terjadi dari tahun ke tahun. Dengan konservasi ini diharapkan dapat menjaga kondisi dan mengembalikan kesuburan tanah, serta bagaimana pengolahan suatu lahan yang berkesinambungan.
Di negara kita, Indonesia menghancurkan kira-kira 51 km2  hutan setiap harinya, setara dengan luas 300 lapangan bola setiap jam, sebuah angka yang menurut Greenpeace layak menempatkan Indonesia di dalam buku rekor Guinness sebagai negara penghancur hutan tercepat di dunia. Indonesia menjadi salah satu negara yang telah mengalami kerusakan hutan terparah sepanjang kurun waktu 2000 – 2005 (State of the World’s Forest, 2008). Sedangkan, berdasarkan data Departemen Kehutanan laju deforestasi di Indonesia rata-rata mencapai 1,08 juta Ha per tahun. Dapat kita simpulkan bahwa negara kita juga mengalami permasalahan yang sama yaitu degradasi lahan. Maka,di negara kita pun perlu dikembangkan dan diterapkannya konservasi tanah.  Biasanya konservasi tanah erat kaitannya dengan konservasi air tetapi kami menekankan pada konservasi tanah pada makalah kami ini.

B.     Pembatasan Masalah
Mengingat luasnya cakupan konservasi tanah dan keterbatasan penulis dalam melakukan pembahasan, maka penulisan makalah ini lebih mengedepankan mengenai pengertian konservasi tanah dan teknologi konservasi tanah serta bentuk penerapan konservasi tanah pada lahan kering.
 
C.    Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka masalah yang akan dibahas pada makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
  1. Bagaimanakah bentuk pengolahan tanah yang baik dan bijak
  2. Bagaimanakah bentuk-bentuk teknologi konservasi tanah yang telah diterapkan dan terbukti berhasil di lapangan
  3. Penggolongan dan uraian mengenai lahan basah dan lahan kering
  4. Solusi apakah yang tepat dalam pengelolaan lahan kering.

D.  Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini ialah agar meningkatkan kesadaran kita bagaimana pengelolaan  lahan yang baik tanpa mengacaukan ekosistem di alam serta bagaimana pengelolaan lahan yang telah ada secara bijak karena luasan daratan di bumi tak mungkin bertambah sehingga tak semakin memperparah laju deforestasi untuk lahan-lahan pertanian.




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Definisi Konservasi
Konservasi itu sendiri merupakan berasal dari kata Conservation yang terdiri atas kata con (together) dan servare (keep/save) yang memiliki pengertian mengenai upaya memelihara apa yang kita punya (keep/save what you have), namun secara bijaksana (wise use). Ide ini dikemukakan oleh Theodore Roosevelt (1902) yang merupakan orang Amerika pertama yang mengemukakan tentang konsep konservasi.  Sedangkan, menurut Rijksen (1981), konservasi merupakan suatu bentuk evolusi kultural dimana pada saat dulu, upaya konservasi lebih buruk daripada saat sekarang. Konservasi adalah segenap proses pengelolaan suatu tempat agar makna kultural yang dikandungnya terpelihara dengan baik (Piagam Burra, 1981). Konservasi adalah pemeliharaan dan perlindungan terhadap sesuatu yang dilakukan secara teratur untuk mencegah kerusakan dan kemusnahan dengan cara pengawetan (Peter Salim dan Yenny Salim, 1991). Kegiatan konservasi selalu berhubungan dengan suatu kawasan, kawasan itu sendiri mempunyai pengertian yakni wilayah dengan fungsi utama lindung atau budidaya (UU No. 24 Tahun 1992).
Konservasi juga dapat dipandang dari segi ekonomi dan ekologi dimana konservasi dari segi ekonomi berarti mencoba mengalokasikan sumberdaya alam untuk sekarang, sedangkan dari segi ekologi, konservasi merupakan alokasi sumberdaya alam untuk sekarang dan masa yang akan datang.  Apabila merujuk pada pengertiannya, konservasi didefinisikan dalam beberapa batasan, sebagai berikut :
1.      Konservasi adalah menggunakan sumberdaya alam untuk memenuhi keperluan manusia dalam jumlah yang besar dalam waktu yang lama (American Dictionary).
2.      Konservasi adalah alokasi sumberdaya alam antar waktu (generasi) yang optimal secara sosial (Randall, 1982).
3.      Konservasi merupakan manajemen udara, air, tanah, mineral ke organisme hidup termasuk manusia sehingga dapat dicapai kualitas kehidupan manusia yang meningkat termasuk dalam kegiatan manajemen adalah survai, penelitian, administrasi, preservasi, pendidikan, pemanfaatan dan latihan (IUCN, 1968).
4.      Konservasi adalah manajemen penggunaan biosfer oleh manusia sehingga dapat memberikan atau memenuhi keuntungan yang besar dan dapat diperbaharui untuk generasi-generasi yang akan datang (WCS, 1980).
Sedangkan konservasi tanah memiliki definisi serangkaian strategi pengaturan untuk mencegah erosi tanah dari permukaan bumi atau terjadi perubahan secara kimiawi atau biologi akibat penggunaan yang berlebihan, salinisasi, pengasaman, atau akibat kontaminasi lainnya. Definisi lainnya diungkapkan oleh Sitanala Arsyad (1989), konservasi tanah adalah penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Konservasi tanah mempunyai hubungan yang erat dengan konservasi air.

B.     Definisi Tanah dan Ragamnya
1.      Definisi Tanah
Tanah menurut pengertian sehari-hari ialah tempat berpijak makhluk hidup di darat, fondasi tempat tinggal, dan sebagainya. Secara ilmiah, tanah merupakan media tempat tumbuh tanaman. Menurut Simmonson (1957), tanah adalah permukaan lahan yang kontiniu menutpi kerak bumi kecuali di tempat-tempat berlereng terjal, puncak-puncak pegunungan, daerah salju abadi. Sedangkan menurut Soil Survey Staff (1973), tanah adalah kumpulan tubuh alami pada permukaan bumi yang dapat berubah atau dibuat oleh manusia dari penyusun-penyusunnya, yang meliputi bahan organik yang sesuai bagi perkembangan akar tanaman.
Tanah sebagai komponen utama usaha tani yang harus dipelihara,
dimodifikasi bila perlu, sangat mempengaruhi produksi dan penampilan tanaman. Usaha konservasi tanah dan air dapat dilakukan dengan  menggunakan dua metode yaitu :
1. Metode vegetatif, menggunakan tanaman sebagai sarana
2. Metode mekanik, menggunakan tanah, batu dan lain-lain sebagai sarana.
Tantangan yang berat di Indonesia adalah luas wilayah Indonesiea yang tidak kurang dari 195 juta hektar, dan diperkirakan 147 juta hektar atau 76 persen merupakan hutan dalam program penghutanan kembali dan rehabilitasi lahan, terdapat tidak kurang dari 80 area watershed, dimana 36 buah diantaranya mendapat prioritas.
           
2.      Ragam Jenis Tanah Indonesia
Indonesia adalah negara kepulauan dengan daratan yang luas dengan jenis tanah yang berbeda-beda. Berikut ini adalah jenis-jenis tanah yang ada di Indonesia :
1.      Tanah Humus adalah tanah yang sangat subur terbentuk dari lapukan daun dan batang pohon di hutan hujan tropis yang lebat.
2.      Tanah Pasir adalah tanah yang bersifat kurang baik bagi pertanian yang terbentuk dari batuan beku serta batuan sedimen yang memiliki butir kasar dan berkerikil.
3.      Tanah Alluvial atau Tanah Endapan adalah tanah yang dibentuk dari lumpur sungai yang mengendap di dataran rendah yang memiliki sifat tanah yang subur dan cocok untuk lahan pertanian.
4.      Tanah Podzolit adalah tanah subur yang umumnya berada di pegunungan dengan curah hujan yang tinggi dan bersuhu rendah atau dingin.
5.      Tanah Vulkanik atau Tanah Gunung Berapi adalah tanah yang terbentuk dari lapukan materi letusan gunung berapi yang subur mengandung zat hara yang tinggi. Jenis tanah vulkanik dapat dijumpai di sekitar lereng gunung berapi.
6.      Tanah Laterit adalah tanah tidak subur yang tadinya subur dan kaya akan unsur hara, namun unsur hara tersebut hilang karena larut dibawa oleh air hujan yang tinggi. Contoh : Kalimantan Barat dan Lampung.
7.     Tanah Mediteran atau Tanah Kapur adalah tanah sifatnya tidak subur yang terbentuk dari pelapukan batuan yang kapur. Contoh : Nusa Tenggara, Maluku, Jawa Tengah dan Jawa Timur.Tanah Gambut atau Tanah Organosol adalah jenis tanah yang kurang subur untuk bercocok tanam yang merupakan hasil bentukan pelapukan tumbuhan rawa. Contoh : rawa Kalimantan, Papua dan Sumatera.


BAB III
PEMBAHASAN

A.    Pengolahan Tanah Konservasi
Pengolahan tanah merupakan kebudayaan yang tertua dalam pertanian dan tetap diperlukan dalam pertanian modern. Pengolahan tanah bagaimana yang tepat untuk kelestarian sumberdaya tanah? Arsjad 2000, mendefinisikan pengolahan tanah sebagai setiap manipulasi mekanik terhadap tanah yang diperlukan untuk menciptakan keadaan tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Tujuan pengolahan tanah adalah untuk menyiapkan tempat pesemaian, tempat bertanam, menciptakan daerah perakaran yang baik, membenamkan sisa tanaman, dan memberantas gulma. Soepardi 1979, mengatakan mengolah tanah adalah untuk menciptakan sifat olah yang baik, dan sifat ini mencerminkan keadaan fisik tanah yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman. Cara pengolahan tanah sangat mempengaruhi struktur tanah alami yang baik yang terbentuk karena penetrasi akar atau fauna tauna, apabila pengolahan tanah terlalu intensif maka struktur tanah akan rusak. Kebiasaan petani yang mengolah tanah secara berlebihan dimana tanah diolah sampai bersih permukaannya merupakan salah satu contoh pengolahan yang keliru karena kondisi seperti ini mengakibatkan surface sealing yaitu butir tanah terdispersi oleh butir hujan , menyumbat pori-pori tanah sehingga terbentuk surface crusting. Untuk mengatasi pengaruh buruk peng-olahan tanah, maka dianjurkan beberapa cara pengolahan tanah konservasi yang dapat memperkecil terjadinya erosi. Cara yang dimaksud adalah :
1. Tanpa olah tanah (TOT), tanah yang akan ditanami tidak diolah dan sisa-
sisa tanaman sebelum-nya dibiarkan tersebar di permukaan, yang akan melindungi tanah dari ancaman erosi selama masa yang sangat rawan yaitu pada saat pertumbuhan awal tanaman. Penanaman dilakukan
dengan tugal. Gulma diberantas dengan menggunakan herbisida.
2.      Pengolahan tanah minimal, tidak semua permukaan tanah diolah, hanya barisan tanaman saja yang diolah dan sebagian sisa-sisa tanaman dibiarkan pada permukaan tanah. Pengolahan tanah menurut kontur, pengolahan tanah dilakukan memotong lereng sehingga terbentuk  jalur-jalur tumpukan tanah dan alur yang menurut kontur atau melintang lereng.  Pengolahan tanah menurut kontur akan lebih efektif jika diikuti dengan penanaman menurut kontur juga yang memungkinkan penyerapan air dan menghindarkan pengangkutan tanah.
Sebagian dari praktek pengolahan tanah seperti ini sebenarnya sudah ada sejak dulu dan telah dilakukan oleh petani di beberapa daerah di Indonesia. Petani mungkin menganggapnya sebagai tradisi nenek moyangnya yang perlu dipertahankan. Walaupun saat itu belum ada penyuluh pertanian ataupun literatur tentang konservasi tanah, tetapi para petani telah menerapkan cara bertani yang berasaskan konservasi tanah. Mengolah tanah secara konservasi telah dilakukan oleh orang jaman dulu dengan tujuan untuk mendapatkan hasil dari usahataninya guna memenuhi kebutuhan hidup jangka pendek, dan mungkin belum terpikirkan oleh mereka untuk melestarikan sumber daya tanah.
Pengelolaan tanaman untuk konservasi tanah vegetasi sampai sekarang masih dianggap sebagai cara konservasi tanah yang paling jitu dalam mengontrol erosi tanah seperti yang diyakini sejumlah ahli konservasi bahwa “a bag of fertilizer is more effective than a bag of cement” (Hudson, 1989). Erosi yang terjadi akan berbeda pada setiap penggunaan tanah, variasi ini tergantung pada pengelolaan tanaman. Contoh sederhana seperti yang dikemukakan Hudson (1957) cit. Hudson (1980), kehilangan tanah dari 2 plot percobaan yang ditanami jagung, plot yang pengelolaannya tanamannya buruk kehilangan tanahnya 15 kali lebih besar dari plot yang pengelolaan tanahnya baik. Secara alamiah, tanaman rumput cenderung melindungi tanah, dan tanaman dalam barisan memberikan perlindungan lebih kecil, tetapi pendapat umum ini berobah oleh pengelolaan. Pengelolaan tanaman akan sangat menentukan besar kecilnya erosi. Penelitian menunjukkan bahwa pertanaman jagung yang dikelola dengan baik akan bertumbuh baik dan dapat menekan laju erosi dibanding padang rumput yang pengelolaannya buruk. Secara singkat dikatakan oleh Hudson bahwa erosi tidak tergantung pada tanaman apa yang tumbuh, tetapi bagaimana tanaman itu tumbuh.

Pengaruh tanaman dan pengelolaannya terhadap erosi tidak dapat dievaluasi secara terpisah karena pengaruhnya lebih ditentukan apabila keduanya dikombinasikan. Tanaman yang sama dapat ditanam secara terus menerus atau dapat juga digilir atau tumpang sari dengan tanaman lain. Pergiliran tanaman dengan menggilirkan antara tanaman pangan dan tanaman penutup tanah atau pupuk hijau adalah salah satu cara penting dalam konservasi tanah. Pergiliran tanaman mempengaruhi lamanya pergantian penutupan tanah oleh tajuk tanaman. Selain berfungsi sebagai pencegahan erosi, pergiliran tanaman memberikan keuntungan-keuntungan lain seperti :
1. Pemberantasan hama penyakit, menekan populasi hama dan penyakit karena memutuskan si klus hidup hama dan penyakit atau mengurangi sumber makanan dan tempat hidupnya
2. Pemberantasan gulma, penanaman satu jenis tanaman tertentu terus menerus akan meningkatkan pertumbuhan jenis-jenis gulma tertentu
3. Mempertahankan dan memperbaiki sifat-sifat fisik dan kesuburan tanah, jika sisa tanaman pergiliran dijadikan mulsa atau dibenamkan dalam tanah akan mempertinggi kemampuan tanah menahan dan menyerap air, mempertinggi stabilitas agregat dan kapasitas infiltrasi tanah dan tanaman tersebut adalah tanaman leguminosa akan menambah kandungan nitrogen tanah, dan akan memelihara keseimbangan unsur hara karena absorpsi unsur dari kedalaman yang berbeda.
Ciri alam penting di daerah tropis seperti Indonesia adalah adanya intensitas penyinaran matahari dan curah hujan yang tinggi dan hampir merata sepanjang tahun. Faktor geologi dan tanah dibentuk oleh kondisi tersebut dan menghasilkan suatu proses yang cepat dari pembentukan tanah baik dari pelapukan serasah maupun bahan induk. Sebagai hasil dari proses tersebut, sebagian besar hara tanah tersimpan dalam biomassa vegetasi, dan hanya sedikit yang tersimpan dalam lapisan olah tanah. Hal yang berbeda dengan kondisi di daerah iklim sedang dimana proses pertumbuhan vegetasi lambat dan sebagian besar hara tersimpan dlam lapisan olah tanah. Oleh karena itu pengangkutan vegetasi ataupun sisa panen tanaman keluar lahan pertanian akan membuat tanah mengalami proses pemiskinan.
Sisa-sisa panen tanaman dapat ditebar ke permukaan tanah, dicampurkan dekat permukaan tanah, atau dibajak dan dibenamkan dan dapat berfungi sebagai mulsa atau sebagai pupuk organik. Efektivitas pengelolaan sisa-sisa tanaman ini dalam mengontrol erosi akan tergantung pada banyaknya sisa tanaman yang tersedia.
Pemanfaatan sisa-sisa panen sebagai sebagai pupuk juga telah dilakukan sebagian petani di beberapa daerah sejak jaman dulu. Sisa-sisa panen yang dibiarkan atau ditinggalkan di lahan pertanian mempunyai banyak fungsi dalam menunjang usaha tani, diantaranya adalah sebagai mulsa yang dapat menghindarkan pengrusakan permukaan tanah oleh energi hujan, mempertahankan kelembaban tanah mengurangi penguapan, sisa panen lambat laun akan terdekomposisi terjadi mineralisasi yaitu perubahan bentuk organik menjadi anorganik sehingga unsur hara yang dilepaskan akan menjadi tersedia untuk tanaman, disamping itu asam-asam organik yang dihasilkan dapat berfungsi sebagai bahan pembenah tanah atau soil conditioner. Praktek pertanian dengan berbagai jenis pupuk buatan pabrik semakin intensif digunakan sehingga mulai muncul kekuatiran kehabisan bahan baku pembuat pupuk, mulai mahal dan langkanya ketersediaan pupuk buatan, serta kekuatiran pencemaran tanah dan perairan oleh residu pupuk buatan, membuat sebagian orang kembali tertarik untuk melakukan praktek organic farming yang meminimalkan penggunaan bahan kimia dalam usahatani, dengan menggunakan bahan alami seperti pupuk hijau. Praktek yang dulu telah dilakukan petani walaupun tanpa disadarinya berfungsi untuk konservasi tanah, saat ini dilakukan lagi dengan kesadaran sebagai pelestarian sumber daya alam.
Saat ini pemanfaatan sisa-sisa panen, pupuk hijau, maupun limbah pengolahan produk pertanian (seperti limbah pabrik gula ) mulai diminati sebagai teknologi dalam usahatani yang ramah lingkungan dan merupakan appropriate input for sustainable agriculture (AISA) yaitu suatu sistem pertanian berkelanjutan dengan input yang sesuai agar meningkatkan pendapatan petani dari usahataninya dan menjamin kelestarian sumberdaya alam. Dalam konsep ini lebih ditekankan pada memaksimalkan daur ulang dan meminimalkan kerusakan lingkungan. Dengan mengaplikasikan sisa-sisa panen ataupun bahan organik lainnya ke lahan pertanian maka akan memecahkan 2 masalah yaitu pengadaan pupuk organik dan masalah tempat pembuangan (berhubungan dengan pencemaran lingkungan).
Dari bahasan diatas dapat dikatakan bahwa usaha untuk melestarikan sumberdaya alam sebenarnya telah ada sejak dulu walaupun yang melakukannya tidak menyadarinya. Yang perlu dilakukan sekarang oleh adalah memberikan pemahaman bagi masyarakat petani akan manfaat usaha tani konservasi.

B.     Teknologi Konservasi Tanah
Teknologi konservasi tanah memang sering kali erat kaitannya dengan istilah-istilah di bidang pertanian. Secara garis besar metode konservasi tanah dapat digolongkan menjadi tiga yaitu  konservasi secara agronomis, mekanis, dan kimiawi. Teknologi konservasi tanah diterapkan dengan tujuan mengendalikan erosi dan pencegahan degradasi. Berikut ragam bentuk teknologi konservasi tanah:
1.      Sistem pertanaman lorong
salah satu bentuk sistem dimana tanaman pangan ditanam pada lorong barisan tanaman pagar. Sistem ini bermanfaat dalam mengurangi laju limpasan permukaan dan erosi.
2.      Strip rumput
Salah satu bentuk system pertanaman yang hamper sama dengan pertanaman lorong, hanya saja tanaman pagarnya berupa rumput. Strip rumput dibuat mengikuti kontur dengan lebar strip 0,5 m atau lebih. Semakin lebar strip makin efektif mengendalikan erosi.
3.      Tanaman penutup tanah
Bermanfaat untuk menutupi tanah dari terpaan langsung curah hujan, mengurangi erosi, menyediakan bahan organic dan menjaga kesuburan tanah.

4.      Teras gulud
Merupakan system pengendalian erosi secara mekanis yang berupa barisan gulud. Bermanfaat untuk mengurangi laju limpasan permukaan dan meningkatkan resapan air ke dalam tanah. Dapat diterapkan pada tanah dengan infiltrasi atau permeabilitas tinggi dan tanah-tanah agak dangkal dengan lereng 10-30%.
5.      Teras bangku
Merupakan teras yang dibuat dengan cara memotong lereng dan meratakan tanah di bidang olah sehingga terbuentuk deretan menyerupai tangga. Diterapkan pada lahan dengan lereng 10-40%, tanah dengan solum dalam (>60 cm), tanah yang mengandung unsur beracun bagi tanaman seperti alumunium dan besi.
6.      Rorak
Merupakan lubang atau penampang yang dibuat memotong lereng yang berfungsi untuk menampung dan meresapkan aliran permukaan. Bermanfaat untuk memperbesar peresapan air dalam tanah, memperlambat limpasan air pada saluran peresapan, sebagai pengumpul tanah yang tererosi sehingga sedimen tanah lebih mudah dikembalikan ke bidang olah. Ukuran rorak bergantung pada kondisi dan kemiringan lahan serta besarnya limpasan permukaan.
7.      Embung

Merupakan bangunan penampung air yang berfungsi sebagai pemanen limpasan air permukaan dan air hujan. Bermanfaat untuk menyediakan air pada musim kemarau. Tanah yang bertekstur liat atau lempung sangat cocok untik pembuatan embung.
8.      Mulsa
Merupakan bahan-bahan (sisa panen, plastic dll) yang disebar atau digunakan untuk menutupi tanah. Bermanfaat untuk mengurangi evaporasi serta melindungi tanah dari pukulan langsung butir-butir huajn yang mengurangi kepadatan tanah.


9.      Dam parit
Merupakan cara mengumpulkan aliran air pada suatu parit dengan tujuan untuk menampung aliran permukaan yang digunakan untuk mengairi lahan di sekitarnya dan parit dapat menurunkan aliran permukaan, erosi, dan sedimentasi. Adapun keunggulan dari dam parit ialah mampu menampung air dalam volume besra akibat terbentungnya aliran air di saluran atau parit, tidak menggunakan areal yang produktif, mengairi lahan yang cukup luas karena dibangun di seluruh DAS, menurunkan kecepatan aliran permukaan, memberikan kesempatan agar air meresap ke dalam tanah di seluruh wilayah DAS sehingga mengurangi resiko kekeringan pada musim kemarau, dan biaya pembuatan yang murah juga menjadi salah satu pertimbangan.

C. Definisi Lahan dan Cakupannya
Lahan berfungsi sebagai objek pengukuran, yaitu semua bentuk bentang  permukaan bumi.  Lahan kering terdiri dari beberapa jenis antara lain:
1.        Lahan kekotaan atau bangunan, terbentuk oleh daerah yang digunakan secara intensif dan banyak lahan yang tertutup oleh struktur.  Dalam kategori ini termasuk kota-kota besar, desa, daerah yang berkembang sepanjang jalan raya, transportasi, kawat listrik, dan fasilitas komunikasi, daerah seperti tempat gilingan, pusat perbelanjaan, kompleks industry dan perdagangan, serta lembaga-lembaga yang dalam beberapa hal dapat dipisahkan dari daerah kekotaan.  Apabila objek mempunyai lebih dari satu kategori, maka harus diambil kategori yang utama.  Contoh, daerah pemukiman yang penutupan vegetasinya cukup lebat dan memenuhi criteria lahan hutan, harus dimasukkan dalam kategori lahan kekotaan atau lahan bangunan.
2.        Lahan pertanian, secara luas dapat diartikan sebagai lahan yang penggunaannya terutama untuk menghasilkan makanan, sedangkan lahan penggembalaan didefinisikan sebagai lahan yang vegetasi alamiah potensial didominasi oleh rumput atau semak dan dimana rumput alamiah berpengaruh besar dalam keadaan sebelum dibudidayakan.
3.    Lahan hutan, daerah yang kepadatan tajuk pohonnya 10 % atau lebih, batang pohonnya dapat menghasilkan kayu atau produksi kayu lainnya dan mempengaruhi iklim atau tata air local.  Apabila lahan tersebut dibuka sehingga tutupan tajuknya kurang dari 10 %, tetapi lahan tersebut masih dimanfaatkan untuk penggunaan yang lain, maka lahan tersebut masih termasuk hutan.  Contoh, lahan yang terdapat siklus rotasi tebang habis di dalamnya dan penanaman pohon kembali lahan tersebut masih termasuk kategori lahan hutan juga.
4.    Lahan gundul, lahan yang kemampuannya terbatas untuk mendukung kehidupan dan vegetasi atau penutup lainnya kurang dari sepertiga luas daerahnya.  Kategori ini termasuk daerah pertambangan jalur dan pertambangan terbuka.
Lahan basah adalah lahan yang permukaaan air tanah berada pada permukaan, di dekat permukaan, di atas permukaan dalam waktu cukup lama untuk menunjang terbentuknya formasi tanah basah (hydric) atau mendukung tumbuhnya hidrofit.  Lahan basah berfungsi sebagai penampung air sepanjang masa kering, sehingga dapat mempertahankan permukaan air tanah tetap tinggi dan menjadikannya relatif stabil.  Contoh lahan basah adalah rawa, dataran lumpur, danau, sungai, waduk dll.  Daerah yang berair dangkal dan timbul vegetasi aquatic, diklasifikasikan sebagai kategori air bukan ke dalam kategori lahan basah.

D. Konservasi Tanah dan Air di Lahan Kering
Berdasarkan data yang dibuat oleh puslitbangtanak pada tahun 2002, potensi lahan kering di Indonesia sekitar 75.133.840 Ha. Suatu keadaan lahan yang sangat luas. Akan tetapi lahan kering tersebut tidak begitu menghasilkan dan berguna bagi masyarakat yang tinggal di sekitar area lahan kering. Hal ini disebabkan oleh masih kurangnya teknologi pengelolaan lahan kering sehingga sering mengakibatkan makin kritisnya lahan kering.
Erosi, kekurangan air dan kahat unsur hara adalah masalah yang paling serius di daerah lahan kering. Paket-paket teknologi untuk mananggulangi masalah-masalah tersebut juga dah banyak, akan tetapi kurang optimal di manfaatkan karena tidak begitu signifikan dalam meningkatkan kesejahteraan petani daerah lahan kering. Memang perlu kesabaran dalam pengelolaan daerah lahan kering, karena meningkatkan produktivitas lahan di daerah lahan kering yang kondisi lahannya sebagian besar kritis dan potensial kritis tidaklah mudah.
Konservasi tanah dan air merupakan cara konvensional yang cukup mampu menanggulangi masalah diatas. Dengan menerapkan sisitem konservasi tanah dan air diharapkan bisa menanggulangi erosi, menyediakan air dan meningkatkan kandungan hara dalam tanah serta menjadikan lahan tidak kritis lagi.  Ada tiga metode dalam dalam melakukan konservasi tanah dan air yaitu metode fisik dengan pegolahan tanahnya, metode vegetatif dengan memanfaatkan vegetasi dan tanaman untuk mengurangi erosi dan penyediaan air serta metode kimia yaitu memanfaatkan bahan-bahan kimia untuk mengaawetkan tanah.
Menurut Sitanala Arsyad (1989), Konservasi Tanah adalah penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukkannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Sedangkan konservasi Air menurut Deptan (2006) adalah upaya penyimpanan air secara maksimal pada musim penghujan dan pemanfaatannya secara efisien pada musim kemarau. Konservasi tanah dan konservasi air selalu berjalan beriringan dimana saat melakukan tindakan konservasi tanah juga di lakukan tindakan konservasi air.
Dengan dilakukan konservasi tanah dan air di lahan kering diharapkan mampu mengurangi laju erosi dan menyediakan air sepanjang tahun yang akhirnya mampu meningkatkan produktivitasnya. Tanah di daerah lahan kering sangat rentan terhadap erosi. Daerah lahan kering biasanya mempunyai curah hujan yang rendah dan intensitas yang rendah pula, dengan kondisi seperti itu menyebabkan susahnya tanaman-tanaman tumbuh dan berkembang, padahal tanaman merupakan media penghambat agar butiran hujan tidak berbentur langsung dengan tanah. Benturan seperti inilah yang menyebabkan tanah mudah terurai sehingga gampang di bawa oleh aliran air permukaan dan akhirnya terjadi erosi. Pemanfaatan vegetasi pada sistem konservasi tanah dan air selain sebagai penghambat benturan juga berguna sebagai penghambat aliran permukaan, memperbaiki tekstur tanah dan meningkatkan kadar air tanah.
Penggabungan metode vegetatif dan fisik dalam satu teknologi diharapkan mampu mengefisienkan  waktu dan biaya yang dibutuhkan. Misalkan penanaman tanaman pada sebuah guludan atau penanaman tanaman di sekitar rorak. Dan langkah terakhir yang diharapkan adalah penanaman tanaman yang bernilai ekonomis tinggi seperti jambu mete.



BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Konservasi tercetus pertama kali ketika kondisi produksi pangan dunia tengah timpang
2.      Seiring dengan pertumbuhan  penduduk yang terus meningkat sedangkan degradasi lahan terus terjadi maka perlu adanya kesadaran untuk menerapkan konservasi tanah
3.      Konservasi tanah dimaksudkan agar dapat menjaga dan mengembalikan kondisi kesuburan tanah serta mencegah erosi
4.      Teknologi konservasi tanah telah banyak dikembangkan dan dapat disesuaikan pada lahan tertentu baik lahan basah maupun kering
5.      Konservasi tanah biasanya lebih erat kaitannya terhadap bidang pertanian
6.      Konservasi tanah merupakan suatu metode yang konvensional bila diterapkan di lahan kering
7.      Konservasi tanah dan air harus dilaksanakan secara terpadu dengan koordinator yang jelas demi menjamin kelestarian sumber daya alam,
terutama dalam upaya konservasi tanah dan air bagi kesejahteraan rakyat.

B.     Saran
     Saran kami selaku penulis ialah para pelaksana atau instansi yang mengelola program atau proyek konservasi tanah harus mengetahui secara teknis, ekologis, ekonomis dan sosiologi akan dampak dari program atau proyek yang dilaksanakannya, serta perlu adanya pengembangan teknologi konservasi tanah yang berkesinambungan.




DAFTAR PUSTAKA
Dooletter, John B., and James W. Smyle, “Soil and Moisture Consevation Technologies : Review of Literature”, in John B. Doolette and William B Magrath, eds, watershed Development in Asia-Strategies and Technologies, World Bank Technical paper Number 127, Washington, D.C. 1990

Lillesand, T. M. dan R. W. Kiefer.  1990.  Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra.  Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

http://www.index.php.html. Diakses pada tanggal 27 Februari 2010.
http://www.jenis-tanah.html. Diakses pada tanggal 27 Februari 2010.
http://www. pengolahan-tanah-konservasi.html. Diakses pada tanggal 27 Februari 2010.
http://www.walhi.or.id/kampanye/hutan/hut_punah. Diakses pada tanggal 27 Februari 2010.
http://tumoutou.net/3_sem1_012/widada.html. Diakses pada tanggal 27 Februari 2010.
Tanco Jr.,1983. Prologue. The first of all imperatives. Banish hunger in our time. Dalam: J.W. Rosenblum (ed), Agriculture in Twenty-First Century. A Wiley Intercience Publication. John Wiley & Sons. New York. H 1-11.

0 komentar:

Posting Komentar